Hai semua Aremania! Kali situsberitabola.com akan membahas tentang Sejarah Berdirinya Arema Fc. Arema FC bukan hanya sekedar tim sepakbola, tapi juga sebuah ikon budaya yang sangat dihormati oleh para penggemar sepakbola di Indonesia.
Tim ini memiliki sejarah panjang yang membanggakan, dan sudah menjadi bagian penting dari identitas Jawa Timur. Arema FC, selalu berhasil menarik perhatian para penggemar di setiap pertandingan.
Sejarah Berdirinya Arema Fc
Sejarah Berdirinya Arema Fc, Arema FC adalah klub sepak bola yang berasal dari kota Malang, Jawa Timur. Sejatinya, sepak bola di Malang bukan hanya milik Arema Fc saja.
Di Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang, Batu) memiliki banyak klub sepak bola yang mengikuti beberapa level kompetisi klub di Indonesia.
Di Batu memiliki Persikoba yang saat ini bermain di Liga 3. Di Kabupaten Malang memiliki Metro FC yang menjadi pijakan sang pemain sebelum bergabung dengan Arema. Kemudian ada Persema Malang, Sumbersari FC dan lainnya.
Persema Malang merupakan klub tertua dari nama-nama di atas. Persema Malang didirikan pada tahun 1953. Persema Malang mencapai masa kejayaannya pada awal tahun 2000-an. Pada musim 2009/2010, Persema finis di peringkat 10 klasemen Liga Super Indonesia, namun belakangan melorot ke jajaran bawah.
Jauh sebelum itu, sepak bola sudah tumbuh subur di Malang. Pada masa penjajahan Belanda, Malang mempunyai Persatuan Sepak Bola Tumapel (PST) Malangsche Voetbal Bond (MVB), Voetbal Bond Malang en Omstreken (VMO).
Jejak sepak bola di Malang juga dapat ditemukan dalam Malang Tempo Doeloe (2006) yang ditulis oleh Dukut Iman Widodo. Dalam buku itu, nama PS Ardjoena disebut-sebut sebagai salah satu klub sepak bola ternama di Malang.
Nama PS Arjoena (atau PST) kemungkinan diambil dari nama jalan atau tempat di Malang, yaitu Jalan Arjoena dan kawasan Tumapel.
Identitas Baru Bernama Arema di Galatama
Perkembangan sepak bola Malang tidak berjalan sendiri-sendiri. Situasi di tingkat nasional juga berdampak besar. Salah satu momen penting dalam sejarah sepak bola adalah lahirnya sebuah kompetisi bernama Galatama (liga sepak bola utama) pada tahun 1978.
Sejarah Berdirinya Arema Fc. Belum ada nama Arema sebagai peserta Galatama musim pertama. Satu-satunya nama Arema muncul di Galatama adalah ketika memasuki musim kedelapan, yang berlangsung dari 3 Oktober 1987 hingga 6 April 1988. Saat itu, NIAC Mitra dari Surabaya keluar sebagai pemenang dan Nasrul Koto dari Arseto Solo menjadi pencetak gol terbanyak. dengan 16 golnya.
Lantas apa saja prestasi Arema? Sebagai pendatang baru, kinerja mereka tidak terlalu buruk. Kera-kera Ngalam mampu menempatkan posisi di peringkat keenam dengan 40 poinnya.
Mengutip dari buku Arema Never Die (2009) karya Abdul Munthalib, saat itu ia memiliki materi pemain yang cukup bagus di Arema. Arema ditopang Sudarno, Singgih Pitono, Maryanto, Nasdim, Mahdi Harris, Muckrim Akbar, Efendi Aziz, Jonathan, Hilal Lahji, Kusnadi Kamaludin, Johannes Geohera, dan Jamrawi.
Di tahun 1990-an, nama Singgih Pitono cukup tenar. Bahkan, Singgih tercatat sebagai pencetak gol terbanyak Galatama di musim ke-11. Saat itu, Singgih mampu mencetak 21 gol. Di barisan depan Arema, Singgih berduet dengan Micky Tata. Dia adalah pencetak gol terbanyak Galatama dengan 18 gol pada musim ke 9.
Puncak Arema di Galatama terjadi pada musim ke-12 atau 1992/1993. Arema berhasil membawa piala ke Malang. Di klasemen akhir, Arema mencetak 45 poin, mengalahkan peringkat kedua Papuk Kaltim dengan selisih empat poin.
Arema tentunya tidak hanya tampil dan mengikuti Galatama di musim ke 8. Setelah itu ada proses panjang yang kemudian menjadi latar belakang munculnya klub ini. Proses ini terangkum apik dalam buku Arema Never Die karya Abdul Muntarib.
Warisan Bapak ke Anak
Sejarah Berdirinya Arema Fc, Acub Zainal menjadi sosok kunci di balik lahirnya Arema. Ia dikenal sebagai seorang fanatik sepak bola. Ia adalah Gubernur Papua dari tahun 1973 sampai 1975 (saat masih bernama Irian Jaya). Ia pernah membentuk klub bernama Perkesa 78 yang bermain untuk Galatama.
Acub juga pernah terlibat dalam kepengurusan klub Niac Mitra Surabaya sebagai Ketua Umum. Darah sepak bola Acub kemudian diwariskan kepada anaknya, Lucky Acub Zaenal. Warga Malang mengingat Lucky dengan nama Sam Ikul.
Nama itu diambil dari Osob Kiwalan (Bahasa Walikan) budaya Malang. Sam adalah Mas, Ikul adalah Lucky.
Pada April 1987 Acub memanggil Sam Ikul untuk datang ke Jakarta. Awalnya gemar balapan, Sam Ikul ditawari untuk mendirikan klub sepak bola. Sang Papi, demikian Sam Ikul memanggil Acub, ingin Malang memiliki klub untuk bermain di Galatama.
Sam Ikul kemudian bertemu dengan Ovan Tobing untuk membicarakan rencana membuat klub baru. Setelah itu, mereka mengadakan pertemuan kecil dengan pemilik klub Armada 86, Pak Dirk Sutrisno, dimana nama Armada 86 tercatat sebagai anggota klub Persema Malang. Armada 86 kemudian diakuisisi dan diubah menjadi Arema.
- Lukman Hakim dkk mengatakan melalui kajian yang dimuat di Jurnal Masyarakat dan Budaya LIPPI bahwa nama Arema sudah cukup lama dikenal dalam sejarah Malang. Menurutnya, nama Arema sudah ada sejak zaman dahulu, tepatnya dari zaman Kerajaan Singhasari.
Pada masa itu, ada nama Kebo Arema sebagai patih yang dipercaya Raja Singhasari, sebagaimana tercatat dalam kitab Negarakuretagama. Nama Arema juga disebut dalam Piagam Penangpihan yang dikeluarkan pada bulan Kartika tahun 1191 Saka.
Namun, nama Kebo Arema dan Arema-nya tidak dianggap eksklusif. Nama Arema mengacu pada singkatan Arek Malang. Arema resmi didirikan pada 11 Agustus 1978.
Istilah Aremania Bondho Dhuwek
Di musim ketiga belas (1994) Pertandingan Galatama berakhir. Pelita Jaya menjadi juara dan Ansyari Lubis menjadi pemain paling produktif dengan 19 golnya. Musim lalu, Arema berlaga di grup tengah Grup Timur. Arema berada di urutan keenam dari delapan tim.
Sejak 1990 hingga 1999 menjabat sebagai Presiden PSSI, Aswar Anas, membuat gebrakan dengan menggabungkan dua kompetisi yang sudah ada sebelumnya, yakni Galatama dan Perserikatan. Gabungan kedua kompetisi itu disebut Liga Indonesia.
Perubahan yang dilakukan PSSI tak menyurutkan eksistensi Arema. Arema mengikuti musim perdananya Liga Indonesia (Liga Dunhill) 1994, berlaga di Grup Timur. Di klasemen akhir, Arema berada di urutan ke-6 dengan 52 poin. Persib Bandung menjadi juara musim ini.
Selama berada di liga Indonesia, performa Arema tidak pernah buruk. Penampilan terbaik Arema terjadi pada musim 1996-1997. Saat itu, Arema lolos ke 12 Besar setelah menempati peringkat Grup Barat.
Namun langkah Arema terhenti di babak 12 Besar. Di Grup C yang mempertemukannya dengan PSM Makassar, Pelita Mastrans, dan Persipura Jayapura, Arema hanya menempati posisi ketiga. Pada kompetisi musim 1996/1997 Persebaya Surabaya meraih gelar juara.
Arema memiliki wadah suporter yang disebut Arema Fan Club (AFC). Namun perlahan angin berubah arah. Pada musim Galatama 1994 Arema mengalami krisis keuangan. Namun, menurut penelitian Faishal Hilmy Maulida yang berjudul ‘Gangster, Musik dan Aremania: Modernity And The Dynamics of Arek Malang to Defend the Existence Tahun 1970-2000’, Arema akan terus berlanjut hingga akhir kompetisi, berkat usaha kerja keras manajemen dan fans.
Sejak itu muncul istilah bondho dhuwek (modal uang). Muncul kesadaran kolektif di kalangan penggemar Arema untuk membeli tiket. Mereka menyadari bahwa klub tidak didukung oleh anggaran lokal dan pendapatan tiket itu penting. Suporter Arema yang ingin mengunjungi stadion harus membeli tiket.
Ovan Tobing memegang peran kunci jika dikaitkan dengan nama Aremania yang merujuk pada suporter Arema. Salah satu pendiri Arema, katanya, memiliki tulisan “Aremania” di jaket yang dikenakannya saat mengikuti kompetisi Arema pada 4 September 1994. Aremania terukir di bagian belakang jaket Ovan Tobing.
Sementara itu, meski sudah ada sejak 1994, Lukman Hakim menyebut kata Aremania mulai populer di tahun 1997. Dari situ, Aremania terus berkembang dan berlanjut hingga saat ini. Aremannia tidak memiliki organisasi atau pemimpin formal sejak awal.
Diselamatkan Bentoel
Arema sering menghadapi krisis keuangan karena dimiliki secara pribadi dan tidak didanai oleh APBD.
Sam Ikul melakukan pekerjaan yang bagus untuk mempertahankan keberadaannya di Arema. Dia mencari sponsor, dana talangan, dan hutang untuk menjaga Tim Singo Edan tetap kompetitif di kancah sepak bola nasional.
“Yang terpenting adalah bagaimana Arema bertahan. Ini kebanggaan abadi klub Malang,” kata Sam Ikul di awal tahun 2000-an.
Nama Iwan Budianto yang kini menjabat sebagai Wakil Ketua Umum PSSI juga sempat digandeng Sam Ikul sebagai manajer Arema musim 1998/1999. Ketika itu, Iwan masih berusia 21 tahun.
Berkat kerja kerasnya yang tak kenal lelah mendukung Arema, Sam Ikul dianggap bos yang disegani para pemain. Meski manajemen sering menunggak soal gaji pemain.
Setelah bergelut dengan masalah keuangan selama lebih dari satu dekade, Sam Ikul mengibarkan bendera putih. Dia memberikan kendali perusahaan tembakau Malang PT Bentoel pada tahun 2003.
Sosok Darjoto Setiawan muncul direkturnya. Tahun itu Arema diturunkan ke kasta kedua. Tapi tidak ada lagi pembicaraan tentang pembayaran terlambat. Manajemen baru Arema saat itu juga sangat memperhatikan kesejahteraan para pemain dan keluarganya.
Juara Beruntun Copa Indonesia
Jika istri atau anak pemain sakit, PT Bentoel akan menanggung biaya pengobatan. Hingga saat ini, para pemain dan pegawai Arema yang pernah merasakan kepemimpinan Bentoel melihat era tersebut sebagai era kemakmuran.
“Kami digaji seperti orang kantoran. Tanggalnya pasti. Di era Bentoel bisa dibilang sistem pengelolaan klub sangat profesional,” cerita Erol Iba pilar Arema periode 2004-2006 ke Bola.com beberapa tahun silam.
Bahkan, semuanya gratis, sampai ke tim Akademi Arema. Sehingga, muncul talenta-talenta istimewa, seperti Dendi Santoso dan Ahmad Al-Farizi yang sampai saat ini membela Arema sebagai jebolan akademi.
Di level tim senior, Arema kembali menorehkan prestasi. Di tangan kapten berpengalaman Benny Dollo, mereka memperoleh kasta keduanya pada tahun 2004 dan diangkat ke level tertinggi.
Pada tahun 2005 dan 2006 di tangan Benny Dollo,tim Singo Edan memenangkan Piala Indonesia (Copa Dji Sam Soe). Hasil yang luar biasa.
Era Bentoel mendatangkan banyak pemain label bintang seperti Ponaryo Astaman, Ellie Aiboy, Hendro Kartiko, Ortizan Salossa, Erol Iba dan masih banyak yang lainnya.
Sayangnya, era itu berakhir pada 2009. Saat itu, saham PT Bentoel dikuasai oleh BAT (British American Tobacco). Kebijakan pendanaan kegiatan olahraga juga telah dicabut. Hal itu membuat Bentoel melepas Arema.
Juara Indonesia Super League 2010
Selain Bentoel, Arema diserahkan ke konsorsium. Pengelola baru, PT Arema Indonesia, juga dibentuk saat itu. Di antara mereka banyak orang yang berusaha menyelamatkan Arema.
Tokoh sepak bola seperti Andi Darussalam Tabusalla turut hadir. Ia menjadi presiden Dewan Pembina Yayasan Arema. Di bawah konsorsium, Arema memenangkan Liga Super Indonesia (ISL) 2010 di bawah asuhan Robert Rene Alberts.
Arema kemudian memulai musim yang penuh dengan pertanyaan. Materi pemain mereka kurang mencolok. Di bawah manajemen Robert Rene Albert, Arema sangat mengandalkan pemain muda.
“Kami harus juara musim ini, kalau tidak klub ini bangkrut,” tutur Andi Darussalam yang saat itu sudah berstatus Ketua Umum Liga Indonesia (BLI) bentukan PSSI.
Namun, Arema berhasil menandingi harapan banyak pihak kepentingan. Singo Edan sukses menjuarai kompetisi yang digelar di satu wilayah dengan diikuti 18 klub. Arema menang dengan 73 poin. Mereka unggul jauh dari tempat kedua Persipura Jayapura dengan 67 poinnya.
Selain merebut gelar, Arema menobatkan Kurnia Meiga sebagai pemain terbia ISL 2010. Saat itu, peran Meiga sangat penting bagi Arema. Dalam 34 laga itu ia hanya kebobolan 22 gol.
Namun pada 2010 mendapat masalah besar lagi setelah menjuarai ISL. Berawal dari kompetisi antara Indonesian Super League (ISL) dan Indonesian Premier League (IPL) pada musim 2012, Arema terpecah.
Prahara Dualisme
Dualisme kompetisi ISL dan IPL membuat Arema terbelah menjadi dua. Dengan manajemen dan direktur yang berbeda.
Arema yang bermain untuk ISL nampaknya tampil dengan pemain seadanya. Banyak pemain yang direkrut dari tim kasta kedua dan pemain muda. Manajemen juga terlibat dalam masalah keuangan.
Tim ini tertahan di zona degradasi hingga akhir kompetisi. Beruntung, di pertengahan musim, kami bisa mendapatkan pemain yang lebih senior seperti Kurnia Meiga, Ahmad Alfarizi, Dendi Santoso, dan M. Ridhuan. Para pemain ini sebelumnya pernah membela Arema yang berlaga di IPL. Tambahan amunisi membuat Arema aman dari degradasi dan finis di urutan ke-12.
Namun, mereka hanya terpaut dua poin dari penghuni zona degradasi. Arema yang bermain bagus di ISL juga berhasil memancing Aremania untuk meningkatkan dukungannya ke stadion Kanjurhan. Pasalnya di awal musim, tim ini kurang mendapat dukungan.
Kondisi ini memperburuk keuangan tim, karena pemasukan dari tiket penonton sangat minim. Sedangkan Arema yang bermain di IPL sedang dalam performa yang bagus.
Di awal musim mereka mendapat dukungan penuh dari Aremannia. Karena sebagian besar tim pemenang ada di tim ini. Seperti Noh Alam Shah, Roman Chmelo, Esteban Guillen dan lainnya. Dukungan finansial dari PT Ancora Indonesia Resources sebagai manajer klub juga sangat besar. Namun, tim ini dilemahkan oleh masalah internal di sepanjang jalan.
Sempat terjadi perpecahan Arema di IPL antara dua timnya dengan pelatih berbeda. Milomir Selsija dan Abdulrahman Gurning. Namun, keduanya akhirnya bergabung dan pelatih baru bernama Dejan Antonic didatangkan.
Terlepas dari masalah, tim melakukannya dengan sangat baik. Mereka membuatnya mencapai delapan besar Piala AFC dan di IPL dan finis di posisi ketiga. Namun, ISL diisi oleh banyak bintang terbaik Tanah Air, jadi Aremania meninggalkan mereka di pertengahan musim.
Sampai saat ini, Arema masih belum bisa berkumpul kembali. Meskipun pada tahun 2014 terjadi penggabungan kompetisi ISL dan kompetisi IPL. Tim yang dulu bermain di ISL menjadi Arema FC dan kini menjadi kasta tertinggi Ligue 1.
Tim IPL miliknya, kini bernama Arema Indonesia (milik istri Lucky Acub Zaenal, Novi), tampil di Liga Tiga, kasta terendah. Kondisi ini memprihatinkan di akhir hayat Sam Ikul yang meninggal pada 24 April lalu. Pada 2013, ia memikul beban klub yang didirikan ayahnya dan masih terbelah dua.
Arema Era Cronus
Saat IPL meninggal pada awal 2013, Arema ISL mendapat kucuran dana segar dari Grup Bakrie melalui PT Pelita Jaya Cronus.
Ajang ISL 2013 mengubah nama klub menjadi Arema Cronus dan memperkenalkan kembali Iwan Budianto (IB) sebagai CEO. Di sinilah Los Galaticos memulai era.
Materi pemain yang didatangkan memang gemerlap di ketimbang era Bentoel. Pelatih berkelas Rahmad Darmawan datang dengan sederet pemain terbaik Indonesia saat itu, sebut saja Beto Goncalves, Greg Nwokolo, Victor Igbonefo, Cristian Gonzales, Kayamba Gumbs dan lainnya. Namun hasil terbaik mereka dalam kompetisi hanya menjadi runner-up di ISL 2013.
Uniknya, Arema menjadi raja juara turnamen. Tim Singo Edan ini berhasil menjuarai Piala Mempora, Piala Gubernur Jawa Timur, Trofeo Persija, Bali Island Cup, Inter Island Cup, dan Piala SCM dalam tiga tahun.
Namun Bakrie Grup perlahan menjauh dari Arema. Pada tahun 2016, dana mulai berhenti mengalir dan nama Arema Cronos diganti menjadi Arema FC. Konon, era Bakrie bukanlah era manajemen terbaik.
Pasalnya, di setiap akhir musim selalu ada masalah tunggakan gaji pemain. Ketika Bakrie pergi,ada satu yang nama tetap setia, nyaitu Iwan Budianto. Ia melanjutkan kepemimpinannya di Arema sebagai orang nomor satu.
Langganan Juara Turnamen
Setelah nyaris terdegradasi di ISL 2012, Sejarah Berdirinya Arema Fc, Arema FC mampu bangkit dengan cepat. Musim 2013, sekali lagi menjadi tim papan atas. Grup Bakrie telah membentuk tim bertabur bintang dengan banyak uang. Pemain seperti Cristian Gonzalez, Greg Nwokolo, Victor Igbonefo dan Beto Gonçalves ikut ambil bagian. Namun, Arema hanya finis runner-up di ISL 2013.
Singo Edan telah memenangkan turnamen tersebut. Lemari piala Arema diisi dengan Mempora Cup edisi pertama (2013), Inter Island Cup, Bali Island Cup, Trofeo Persija, Sunrise of Java Cup, Bayangkara Cup, dan dua Presidents Cup. Secara mengejutkan, ia memenangkan delapan trofi hanya dalam waktu tiga tahun.
Bisa dibilang Arema membentuk tim lebih awal dari pesaingnya. Arema sudah memiliki skuat penuh saat yang lain masih dalam tahap awal persiapan. Hal itulah yang membuat Arema menjadi raja turnamen.
Namun soal kompetisi, Arema belum pernah mengangkat trofi sejak tahun 2010. Arema seakan kehabisan bahan bakar di kompetisi saat tim lain menemukan permainan terbaiknya.
Termasuk musim 2022. Arema memenangkan Piala Presiden 2022, tetapi Singo Edan tercecer di papan tengah Liga 1. Pada minggu ke-11, Singo Edan mengumpulkan 14 poin dan dia tetap berada di urutan kesembilan. Mereka menelan lima kekalahan. Tiga di antaranya terjadi di Kanjuruhan Stadion. Termasuk kekalahan dari Persebaya yang meledakkan tragedi Kanjuruhan.
Dalam penutupan artikel ini, dapat disimpulkan bahwa Sejarah Berdirinya Arema Fc merupakan klub sepak bola yang memiliki sejarah panjang dan prestasi yang cukup gemilang di kancah sepak bola Indonesia. Meskipun mengalami masa-masa sulit pada beberapa periode, Arema FC tetap mampu bangkit dan meraih prestasi yang membanggakan.
Klub ini juga memiliki basis suporter yang sangat besar dan setia, yaitu Aremania, yang seringkali memberikan dukungan yang besar bagi klub. Keberadaan Arema FC dan Aremania memberikan warna dan semangat tersendiri bagi dunia sepak bola Indonesia.
Semoga artikel ini yang di kutip dari bola.net dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi pembaca yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai sejarah dan prestasi klub sepak bola Arema FC. Terima kasih.
Baca Juga :